BENTUK USAHA TETAP
A. Pengertian Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Bentuk Usaha Tetap (BUT) merupakan bentuk usaha ayng dipergunakan oleh Subjek Pajak Luar Negeri (Baik orang pribadi atau badan) untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Bentuk Usaha Tetap dapat berupa :
1. Tempat kedudukan manajemen.
2. Cabang perusahaan.
3. Kantor perwakilan.
4. Gedung Kantor.
5. Pabrik.
6. Benkel.
7. Pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pengeboran yan digunakan untuk eksplorasi pertambangan.
8. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebuanan, atau kehutanan.
9. Proyek kontruksi, istalasi, atau proyek perakitan.
10. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain se-panjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
11. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas.
12. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi atau menanggung resiko di Indonesia.
Bentuk Usaha Tetap dikenakan pajak atas penghasilan bagi yang berasal dari usaha atau kegiatan, maupun yang berasal dari harta yang dimiliki atau dikuasainya. Dengan demikian semua penghasilan tersebut dikenakan pajak penghasilan di Indonesia.
B. Objek Pajak Penghasilan BUT
Yang menjadi objek pajak penghasilan BUT adalah :
1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai.
2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijakankan atau di lakukan di Indonesia.
3. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam PPh Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
C. Penentuan Laba BUT
Dalam menentukan besarnya BUT ada beberapa ketentuan yan harus diperhatikan yaitu ;
1. Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan dibebankan adalah biaya yang berkaitan denga usaha atau kegiatan BUT, yang besarnya ditetapkan Direktorat Jendral Pajak.
2. Pembayaran oleh BUT kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibebankan sebagai biaya adalah ;
a. Rolayti atau imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta, paten, atau hak-hak lainnya.
b. Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jas lain.
c. Bungan, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.
Sebagai konsekuensinya, atas pembayaran seperti tersebut di atas yang diterima atau diperoleh BUT dari kantor pusat tidak dianggap sebagai Objek Pajak, kecuali bunga yang berkenaan dengan usaha perbankan.
D. Perlakuan Pajak atas Penghasilan kena Pajak dari suatu BUT yang Ditanamkan Kembali di Indonesia.
Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan dari suatu Bentuk Usaha tetap di Indonesia, akan dikenakan PPh pasal 26 sebesar 20%, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia. Pemotongan pajak tersebut besifat final.
Sesuai Keputusan Mentri Keuangan Nomor 113/KMK.03/2002, maka penanaman kembali atas penghasilan BUT di Indonesia tersebut tidak dikenakan pemotongan PPh pasal 26, dengan syarat sebagai berikut.
1. Peneneman kembali dilakukan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri.
2. Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperolehnya pernghasilan tersebut.
3. Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut paling sedikit dalam jangka waktu 2 tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan berproduksi komersial.
Bentuk Usaha Tetap yang melakukan penananman kembali, wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai bentuk penanaman yang dilakukan kepada Dirjen Pajak sebagai lampiran SPT tahunan PPh tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan yang bersangkutan.
E. Perhitungan Pajak atas BUT
PT. DNA Indonesia yang merupakan bentuk usaha tetap di Indonesia mempunyai penghasilan kena pajak dalam tahun 2005 sebesar Rp.1.050.000.000,00
Perhitungan pajak atas BUT tersebut adalah sebagai berikut :
Penghasilan Kena Pajak Rp.1.050.000.000,00
PPh terutang:
10% x Rp. 50.000.000,00 Rp.5.000.000,00
15% x Rp. 50.000.000,00 7.500.000,00
30% x Rp. 950.000.000,00 285.000.000,00
PPh terutang 297.500.000,00
Penghasilan Kena Pajak BUT sesudah dikurangi
Dengan pajak penghasilan Rp.752.500.000,00
Atas penghasilan tersebut akan dikenakan pajak lagi sebesar :
20% x Rp. 752.500.000,00 atau sama dengan Rp. 150.000.000,00
Namun apabila atas penghasilan kena pajak BUT sesudah dikurangi pajak menghasilan tersebut (sebesar Rp. 752.500.000,00) ditanamkan kembali di Indonesia, maka atas penghasilan tersebut tidak dipotong pajak. Jadi tidak ada pemotongan pajak penghasian sebesar 20% atau sebesar Rp. 150.000.000,00.
0 komentar:
Posting Komentar