BANDING DAN SENGKETA PAJAK
A. Pengertian Permeriksaan
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perudang-undangan perpajakan.
Tujuan Pemeriksaan
1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan :
o SPT lebih bayar dan atau rugi.
o SPT tidak atau terlambat disampaikan.
o SPT memenuhi kriteria yang ditentukan Direktur Jenderal Pajak untuk diperiksa.
o Adanya indikasi tidak dipenuhi kewajiban-kewajiban selain kewajiban pada huruf b.
2. Tujuan lain yaitu :
o Pemberian NPWP (secara jabatan)
o Penghapusan NPWP
o Pengukuhan PKP secara jabatan dan pengukuhan atau pencabutan Pengukuhan PKP
o WP mengajukan keberatan dan banding
o Pengumpulan bahan untuk penyusunan Norma Perhitungan Penghasilan Neto
o Pencocokan data dan atau alat keterangan
o Penentuan WP berlokasi di tempat terpencil
o Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN
o Tujuan lain selain diatas.
Hak Wajib Pajak Apabila Dilakukan Pemeriksaan
1. Meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa.
2. Meminta tindasan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak.
3. Menolak untuk diperiksa apabila Pemeriksa tidak dapat menunjukkan Tanda Pengenal Pemeriksa dan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak.
4. Meminta penjelasan tentang maksud dan tujuan pemeriksaan.
5. Meminta tanda bukti peminjaman buku-buku, catatan-catatan serta dokumen-dokumen yang dipinjam oleh Pemeriksa Pajak.
6. Meminta rincian berkenan dengan hal-hal yang berbeda antara hasil pemeriksaan dengan Surat Pemberitahuan (SPT) mengenai koreksi-koreksi yang dilakukan oleh Pemeriksa Pajak terhadap SPT yang telah disampaikan.
7. Mengajukan pengaduan apabila kerahasiaan usaha dibocorkan kepada pihak lain yang tidak berhak.
8. Memperoleh lembar Asli Berita Acara Penyegelan apabila Pemeriksa Pajak melakukan penyegelan atas tempat atau ruangan tertentu.
Kewajiban Wajib Pajak Apabila Dilakukan Pemeriksaan
1. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh kegiatan usaha pekerjaan bebas WP atau objek yang terutang pajak.
2. Memberi kesempatan kepada pemeriksa untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu oleh pemeriksa dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
3. Memberi keterangan yang diperlukan.
Hal Lainnya Yang Perlu Diketahui
1. Pemeriksaan Pajak dapat dilakukan oleh seorang Pemeriksa atau Kelompok Pemeriksa.
2. Pemeriksaan dapat dilaksanakan di Kantor (Pemeriksaan Kantor) atau di tempat WP (Pemeriksaan Lapangan) meliputi tahun-tahun yang lalu maupun tahun berjalan.
3. Apabila WP tidak memberikan kesempatan kepada pemeriksa pajak untuk memasuki tempat atau ruangan tertentu dan menolak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan maka pemeriksa pajak berwenang melakukan penyegelan.
Apa yang dimaksud dengan Keberatan ?
Dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang /tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini WP dapat mengajukan keberatan.
B. Surat Ketetapan Pajak& Sanksi pajak
Sengketa pajak dalam proses banding atau sering disebut sengketa banding adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak dengan fiscus mengenai keputusan keberatan yang tidak disetujui oleh wajib pajak. Seperti halnya dengan keberatan, Wajib Pajak atau penanggung pajaklah yang harus mengajukan permohonan banding.
Sengketa banding bisa menyangkut masalah formal maupun material, namun kebanyakan Wajib Pajak menyangka sengketa banding hanya menyangkut sengketa material, sehingga seringkali tidak disadari bahwa sengketa mungkin sudah berawal saat fiscus mulai melaksanakan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan.
a.Sengketa Formal
Sengketa formal timbul apabila WP atau fiscus atau keduanya tidak mematuhi prosedur dan tata cara yang telah ditetapkan oleh UU perpajakan, khususnya UU KUP dan UU Pengadilan Pajak. Bagi fiscus, UU KUP telah menetapkan dan prosedur tata cara pemeriksaan pajak, penerbitan ketetapan pajak, sempai penerbitan keputusan keberatan. Apabila fiscus melanggar ketentuan tersebut, maka pelanggaran itulah yang menimbulkan sengketa formal dari pihak fiscus.
Contoh : fiskus menerbitkan SKP atau Surat Keputusan Keberatan setelah melampaui jangka waktu yang ditetapkan.
Dilain pihak, sengketa formal dari pihak WP bias terjadi apabila WP tidak melaksanakan prosedur dan tata cara yang ditetapkan dalam UU KUP maupun UU Pengadilan pajak. Contohnya WP tidak mengajukan keberatan atau banding dalam jangka waktu yang telah ditetapkan.
b. Sengketa Material
Sengketa material atau lazim disebut maateri sengketa terjadi apabila terdapat perbedaan jumlah pajak yang terutang atau terdapat perbedaan jumlah pajak yang lebih dibayar (dalam kasus restitusi) menurut perhitungan fiscus –yang tercantum pada ketetapan pajak- dengan jumlah menurut perhitungan Wajib Pajak.
Perbedaan tersebut bisa timbul karena adanya perbedaan pendapat mengenai
· Dasar hukum yang seharusnya digunakan ;
· Persepsi atas ketentuan peraturan pajak ;
· Perselisihan atas suatu transaksi tertentu ;
· atau hal-hal lainnya.
· Dasar hukum yang seharusnya digunakan ;
· Persepsi atas ketentuan peraturan pajak ;
· Perselisihan atas suatu transaksi tertentu ;
· atau hal-hal lainnya.
Kesemuanya itu dapat mengakibatkan jumlah pajak yang ditetapkan oleh fiscus menjadi berbeda dibandingkan dengan jumlah pajak menurut perhitunan Wajib Pajak. Dan perbedaan jumlah pajak menurut fiscus dengan WP itulah yang merupakan sengketa material.
C Surat Keberata & Jawaban Surat keberatan
. Mempersiapkan Keberatan
1. Pendahuluan
Dalam menghadapi sengketa pajak, wajib pajak memiliki hak untuk :
a)Mengajukan Keberatan (Pasal 25 – 26 UU KUP)
Jika Wajib Pajak berpendapat bahwa jumlah, rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau pemungutan tidak sebagaimana mestinya, maka Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak.
Jika Wajib Pajak berpendapat bahwa jumlah, rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau pemungutan tidak sebagaimana mestinya, maka Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak.
b) Mengajukan Permohonan Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan (Pasal 36 ayat 1a)
Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya
Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya
c)Mengajukan permohonan pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar (pasal 36 ayat 1b)
Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar.
Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar.
d) Mengajukan Gugatan ke Pengadilan Pajak
Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap :
· Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang
· Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam pasal 25 ayat (1) dan pasal 26 KUP
· Keputusan Pembetulan dalam pasal 16 yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak.
· Keputusan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 yang berkaitan Surat Tagihan Pajak.
· Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang
· Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam pasal 25 ayat (1) dan pasal 26 KUP
· Keputusan Pembetulan dalam pasal 16 yang berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak.
· Keputusan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 yang berkaitan Surat Tagihan Pajak.
Gugatan hanya dapat diajukan ke Pengadilan Pajak.
Syarat pengajuan Keberatan :
· Diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak atas SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN, Pemotongan dan Pemungutan oleh Pihak ketiga;
· Surat Keberatan diajukan terhadap satu jenis ketetapan pajak. (Satu SKP satu surat keberatan)
· Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia
· Mengemukakan jumlah pajak terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut perhitungan Wajib Pajak.
· Disertai dengan alasan-alasan yang jelas.
· Diajukan dalam jangka waktu 3 Bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak, tanggal pemotongan atau pemungutan, kecuali terjadi keadaan diluar kekuasaan wajib pajak (Force Majeur)
· Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan proses pelaksanaan penagihan.
· Diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak atas SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN, Pemotongan dan Pemungutan oleh Pihak ketiga;
· Surat Keberatan diajukan terhadap satu jenis ketetapan pajak. (Satu SKP satu surat keberatan)
· Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia
· Mengemukakan jumlah pajak terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut perhitungan Wajib Pajak.
· Disertai dengan alasan-alasan yang jelas.
· Diajukan dalam jangka waktu 3 Bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak, tanggal pemotongan atau pemungutan, kecuali terjadi keadaan diluar kekuasaan wajib pajak (Force Majeur)
· Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan proses pelaksanaan penagihan.
Hak Wajib Pajak dalam Keberatan:
Agar Wajib Pajak dapat membuat alasan-alasan yang kuat dalam pengajuan keberatan, sebelum mengajukan keberatan wajib pajak berhak untuk :
· Meminta Dasar Pengenaan Pajak
· Meminta Dasar Perhitungan Rugi
· Meminta Dasar Pemotongan dan Pemungutan.
· Meminta Dasar Pengenaan Pajak
· Meminta Dasar Perhitungan Rugi
· Meminta Dasar Pemotongan dan Pemungutan.
Pengajuan Surat Keberatan :
Surat keberatan dapat disampaikan dengan cara :
· Secara Langsung ke KPP tempat WP terdaftar
Tanggal surat keberatan diterima adalah tanggal saat surat diterima di Tempat Pelayanan Terpadu KPP. Wajib pajak akan menerima bukti penerimaan Surat keberatan. –Surat Keberatan diterima secara Phisik oleh petugas DJP-
· Disampaikan melalui kantor pos dan giro dengan pengiriman pos tercatat. Bukti pengiriman melalui pos (Resi) merupakan tanda bukti penerimaan surat keberatan. Pengertian pos tercatat adalah tertulis dalam bukti pengiriman surat hal-hal sebagai berikut :
o Tanggal kirim
o Nama dan alamat pengirim
o Nama dan alamat yang dituju
o Isi atau jenis surat yang dikirim
· Secara Langsung ke KPP tempat WP terdaftar
Tanggal surat keberatan diterima adalah tanggal saat surat diterima di Tempat Pelayanan Terpadu KPP. Wajib pajak akan menerima bukti penerimaan Surat keberatan. –Surat Keberatan diterima secara Phisik oleh petugas DJP-
· Disampaikan melalui kantor pos dan giro dengan pengiriman pos tercatat. Bukti pengiriman melalui pos (Resi) merupakan tanda bukti penerimaan surat keberatan. Pengertian pos tercatat adalah tertulis dalam bukti pengiriman surat hal-hal sebagai berikut :
o Tanggal kirim
o Nama dan alamat pengirim
o Nama dan alamat yang dituju
o Isi atau jenis surat yang dikirim
Surat Keberatan yang tidak memenuhi syarat :
· Tidak dianggap sebagai surat kberatan, sehingga tidak dipertimbangkan
· Kepada wajib pajak akan diberikan penolakan secara formal melalui surat biasa paling lambat 1 bulan sejak surat tersebut diterima
· Surat keberatan yang tidak memenuhi syarat formal keberatan, tetapi pengajuannya belum melampaui 3 bulan, wajib pajak masih diberi kesempatan untuk memperbaiki surat keberatannya dan dapat diajukan kembali dalam batas waktu 3 bulan setelah tgl SKP
· Surat keberatan yang diajukan setelah melewati 3 bulan tidak dapat diperbaiki lagi, kecuali dapat dibuktikan keterlambatan tersebut karena factor force majeur.
· Alternatif lain yang dapat ditempuh Wajib Pajak adalah mengajukan permohonan peninjauan kembali berdasarkan pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP.
· Kepada wajib pajak akan diberikan penolakan secara formal melalui surat biasa paling lambat 1 bulan sejak surat tersebut diterima
· Surat keberatan yang tidak memenuhi syarat formal keberatan, tetapi pengajuannya belum melampaui 3 bulan, wajib pajak masih diberi kesempatan untuk memperbaiki surat keberatannya dan dapat diajukan kembali dalam batas waktu 3 bulan setelah tgl SKP
· Surat keberatan yang diajukan setelah melewati 3 bulan tidak dapat diperbaiki lagi, kecuali dapat dibuktikan keterlambatan tersebut karena factor force majeur.
· Alternatif lain yang dapat ditempuh Wajib Pajak adalah mengajukan permohonan peninjauan kembali berdasarkan pasal 36 ayat (1) huruf b UU KUP.
Jangka waktu Penyelesaian Keberatan
· Direktur Jenderal pajak dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan wajib paja
· Jika jangka waktu 12 bulan terlewati, maka keberatan dianggap DITERIMA.
Keputusan keberatan yang diterbitkan DJP dapat berupa :
· Menerima seluruhnya
· Menerima Sebagian
· Menolak
· Menambah Besarnya pajak yang terutang
· Menerima seluruhnya
· Menerima Sebagian
· Menolak
· Menambah Besarnya pajak yang terutang
Masalah-masalah dalam keberatan yang terkait dengan wajib pajak :
· Wajib Pajak tidak siap dalam hal : data, informasi, catatan dan dokumen dalam pengajuan keberatan
· Wajib pajak tidak memenuhi persyaratan formal dan persyaratan material pengajuan keberatan
· Wajib pajak terlambat dalam menyampaikan permohonan keberatan (lewat dari 3 bulan)
· Wajib pajak memiliki interprestasi dan pemahaman yang lemah terhadap peraturan perpajakan.
· Pihak ketiga yang menjadi wakil wajib pajak tidak memenuhi syarat yang diatur dalam KMK 576/KMK.04/2001 dan KEP DJP No. 188/PJ./2001.
· Komunikasi Wajib pajak dan Fiscus tidak berjalan dengan baik.
· Wajib pajak tidak memenuhi persyaratan formal dan persyaratan material pengajuan keberatan
· Wajib pajak terlambat dalam menyampaikan permohonan keberatan (lewat dari 3 bulan)
· Wajib pajak memiliki interprestasi dan pemahaman yang lemah terhadap peraturan perpajakan.
· Pihak ketiga yang menjadi wakil wajib pajak tidak memenuhi syarat yang diatur dalam KMK 576/KMK.04/2001 dan KEP DJP No. 188/PJ./2001.
· Komunikasi Wajib pajak dan Fiscus tidak berjalan dengan baik.
Strategi Dalam Proses Keberatan
Ø Diajukan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar
Ø Diajukan Tidak lewat dari 3 bulan
Ø Surat Keberatan dibuat dalam bahasa Indonesia
Ø Dibuat untuk masing-masing SKP. (Satu SKP satu Surat Keberatan).
Ø Menyebutkan Jumlah pajak yang terutang, jumlah rugi dan jumlah pemotongan atau pemungutan menurut wajib pajak
Ø Menyebutkan alasan pengajuan keberatan
Ø Surat ditandatangani oleh pihak yang berwenang menandatangani surat keberatan (Board of Director yang tercantum di akta).
Ø Jika ditandatangai pihak lain maka harus dilampiri dengan Surat Kuasa khusus.
Ø Pastikan materi yang diajukan keberatan memiliki alasan yang kuat
Ø Alasan harus didukung dengan :
- Bukti pendukung yang kuat (harus valid)
- Dasar hokum yang kuat (sesuai dengan peraturan yang berlaku saat itu dan untuk masalah tsb)
Ø Sebelum membuat alasan keberatan, wajib pajak harus mengetahui :
- Butir-butir yang akan dikoreksi oleh Fiscus
- Alasan Fiscus melakukan koreksi
- Dasar hukum yang digunakan fiscus untuk membuat koreksi
Sehingga alasan yang disampaikan dalam surat keberatan TEPAT.
Ø Alasan harus didukung dengan :
- Bukti pendukung yang kuat (harus valid)
- Dasar hokum yang kuat (sesuai dengan peraturan yang berlaku saat itu dan untuk masalah tsb)
Ø Sebelum membuat alasan keberatan, wajib pajak harus mengetahui :
- Butir-butir yang akan dikoreksi oleh Fiscus
- Alasan Fiscus melakukan koreksi
- Dasar hukum yang digunakan fiscus untuk membuat koreksi
Sehingga alasan yang disampaikan dalam surat keberatan TEPAT.
Jika keberatan ditolak, upaya selanjutnya yang dapat dilakukan wajib pajak adalah mengajukan banding
Baik Sengketa formal maupun sengketa material sangat menentukan hasil akhir putusan banding. Dalam proses banding, hakim akan melakukan pemeriksaan formal terlebih dahulu sebelum mulai memeriksa materi sengketa.
Permohonan banding tidak akan diproses lebih lanjut oleh pengadilan pajak –tanpa pemeriksaan materi sengketa- apabila banding WP tidak memenuhi ketentuan formal yang telah ditetapkan.
Ketentuan Formal Pengajuan Banding Sebaliknya apabila ketetapan pajak atau keputusan keberatan tidak memenuhi ketentuan formal, maka pengadilan pajak dapat menyatakan ketetapan pajak ataupun keputusan keberatan harus batal demi hokum. Dalam hal ini, permohonan banding WP dapat diterima selueuhnya atau diterima sebagian, tergantung hasil pemeriksaan keseluruhan oleh hakim pengadilan pajak.
Ketentuan formal mengenai pelaksanaan banding diatur dalam ketentuan pasal 27 UU KUP Jo UU Pengadilan pajak, yang bisa diuraikan sbb :
a) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak terhadap suatu keputusan keberatan yang ditetapkan oleh dirjen pajak.
b) Putusan badan peradilan pajak bukan merupakan keputusan tata usaha Negara.
c) Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak
d) Syarat formal pengajuan banding
· Diajukan ke pengadilan pajak
· Dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia
· Diajukan oleh Wajib pajak, ahli warisnya, seornag pengurus atau kuasa hukumnya.
Pemeriksaan formal dalam hal ini meliputi :
· Nama Wajib Pajak pemohon banding
· NPWP Pemohon Banding
· Alamat Pemohon Banding
Nama, NPWP dan Alamat WP Pemohon banding akan dicocokkan dengan data yang tercantum pada kartu NPWP atau administrasi KPP. Jika terdapat perbedaan, WP Pemohon banding harus dapat menjelaskan alasan-alasannya.
· Nama penandatangan surat banding dan surat kuasa khusus. Apabila nama penandatangan surat banding berbeda dengan nama WP orang Pribadi yang mengajukan banding, atau dalam hal nama penandatangan surat banding
Pencabutan Banding
b) Putusan badan peradilan pajak bukan merupakan keputusan tata usaha Negara.
c) Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak
d) Syarat formal pengajuan banding
· Diajukan ke pengadilan pajak
· Dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia
· Diajukan oleh Wajib pajak, ahli warisnya, seornag pengurus atau kuasa hukumnya.
Pemeriksaan formal dalam hal ini meliputi :
· Nama Wajib Pajak pemohon banding
· NPWP Pemohon Banding
· Alamat Pemohon Banding
Nama, NPWP dan Alamat WP Pemohon banding akan dicocokkan dengan data yang tercantum pada kartu NPWP atau administrasi KPP. Jika terdapat perbedaan, WP Pemohon banding harus dapat menjelaskan alasan-alasannya.
· Nama penandatangan surat banding dan surat kuasa khusus. Apabila nama penandatangan surat banding berbeda dengan nama WP orang Pribadi yang mengajukan banding, atau dalam hal nama penandatangan surat banding
Pencabutan Banding
Wajib Pajak yang telah mengajukan permohonan Bading ke Pengadilan Pajak dapat mencabut permohonan tersebut dengan mengajukan surat pernyataan pencabutan banding kepada pengadilan pajak.
Permohonan Banding yang dicabut akan dihapus dari daftar sengketa melalui :
a. Penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang dilaksanakan
b. Putusan Majelis/Hakim tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan dalam sidang atas persetujuan terbanding.
a. Penetapan Ketua dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan sebelum sidang dilaksanakan
b. Putusan Majelis/Hakim tunggal melalui pemeriksaan dalam hal surat pernyataan pencabutan diajukan dalam sidang atas persetujuan terbanding.
Sengketa Pajak dan Penyelesaiannya
Adanya kewajiban bagi masyarakat untuk membayar pajak terkadang tidak berbanding lurus dengan tingkat kesadaran wajib pajak dalam mematuhi ketentuan tersebut. Keterbatasan pemerintah melalui aparat penagih pajaknya juga mengakibatkan munculnya masalah persengketaan di bidang perpajakan.
Masalah sengketa pajak ini dari masa ke masa ditanggapi oleh pemerintah yang berkuasa dengan jalan lembaga penyelesaian sengketa pajak. Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, di negara ini telah ada badan penyelesaian sengketa pajak yang dibentuk dengan Ordonansi 1915 (Staatsblad Nomor 707) dengan nama Raad van het Beroep voor Belastingzaken (Badan Banding Administrasi Pajak), yang kemudian diganti dengan Ordonansi 27 Januari 1927, Staatsblad 1927 Nomor 29 tentang Peraturan Pertimbangan Urusan Pajak (Regeling van het Beroep in Belastingzaken).
Selanjutnya, lembaga tersebut oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1959 diubah menjadi Majelis Pertimbangan Pajak yang tugasnya memberi keputusan atas surat pemeriksaan banding tentang pajak-pajak negara dan pajak-pajak daerah.
Berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 1983, MPP diberlakukan sebagai badan peradilan pajak yang sah dan tidak bertentangan dengan kekuasaan kehakiman sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 14 Tahun 1970. UU Nomor 6 Tahun 1983 mengatur hal ini dalam Pasal 27 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut:
“Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.”8
Dalam undang-undang tersebut juga ditentukan bahwa untuk mendapatkan keadilan pengenaan pajak, wajib pajak dapat menempuh jalur-jalur sebagai berikut.
a. Jalur keberatan pajak dan banding ke BPSP.
b. Jalur melalui Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
c. Jalur melalui peradilan umum.
Ditentukan pula keberadaan BPSP sebagai badan peradilan pajak hanya untuk menyelesaikan sengketa administratif, yaitu dari segi perhitungan dan akuntansi, bukan mengenai pidana pajak. Walaupun tidak bertentangan dengan UU Nomor 14 Tahun 1970, BPSP pada kenyataannya belum merupakan badan peradilan yang berpuncak di Mahkamah Agung. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pengadilan pajak yang sesuai dengan sistem kekuasaan kehakiman yang berlaku di Indonesia sekaligus mampu menciptakan keadilan dan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa pajak.
Atas berbagai pertimbangan tersebut, Pemerintah Republik Indonesia mengesahkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Nomor 14 Tahun 2002). Definisi pengadilan pajak dijelaskan dalam Pasal 2, yaitu “Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak.”
BANDING
Proses penyelesaian sengketa pajak antara Wajib Pajak dan fihak fiskus selain bisa diselesaikan di tingkat internal Direktorat Jenderal Pajak, ada juga proses penyeleasian di luar Direktorat Jenderal Pajak. Namun demikian, penyelsaian di tingkat external ini bukan merupakan alternatif dari penyelesaian di tingkat internal tetapi lebih pada proses yang berkelanjutan apabila proses di tingkat internal mengalami jalan buntu.
D. pengajuan surat banding
1. Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia, 2. Ditujukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dengan melampirkan : Salinan keputusan yang dibanding Bukti pelunasan pajak yang terutang yang dibanding Data dan bukti-bukti pendukung (SKP, Surat Permohonan Keberatan, SPT, Laporan Keuangan dll) Surat Kuasa bermeterai, bila diwakili oleh kuasanya 3. Paling lambat 14 hari sejak Banding disampaikan Pemohon Banding akan mendapat permintaan kelengkapan apabila banding yang disampaikan ternyata tidak/kurang lengkap 4. Paling lambat 3 bulan sejak tanggal diterimanya keputusan yang dibanding, Pemohon Banding harus melengkapi permohonan bandingnya yang kurang lengkap/belum memenuhi persyaratan 5. Paling lambat 14 hari sebelum persidangan dimulai, Pemohon Banding akan mendapat pemberitahuan sidang.
2. Surat Uraian Banding adalah surat terbanding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang berisi jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohDalam hal wajib pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, wajib pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yanng telah disetujui oleh wajib pajak dalam pembahasan akhir pada hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan
3. Wajib Pajak dapat mengajukan permasalahan keberatannya ke tingkat banding, yaitu ke Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) di Jakarta.
4. Banding tersebut dapat dilakukan dalam hal pengajuan keberatannya ditolak oleh Kepala Kantor Pelayanan PBB mengenai besarnya pajak terhutang pada SPPT dan atau SKP, karena data obyek tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau karena adanya perbedaan penafsiran peraturan-perundangan antara wajib pajak dengan aparat pajak.
5. Pengajuan banding dapat juga diajukan karena subyek pajak tidak bersedia menjadi wajib pajak atas penunjukan Direktur Jenderal Pajak, meskipun subyek pajak sudah memberikan keterangan, namun keterangan itu tetap ditolak oleh Jenderal Pajak.
6. Pengajuan banding dapat juga diajukan karena subyek pajak tidak bersedia menjadi wajib pajak atas penunjukan Direktur Jenderal Pajak, meskipun subyek pajak sudah memberikan keterangan, namun keterangan itu tetap ditolak oleh Jenderal Pajak.
Keputusan banding yang diberikan Majelis Pertimbangan Pajak berlaku mengikat serta mempunyai kepastian dan kekuatan hukum baik terhadap Direktorat Jenderal Pajak maupun terhadap wajib pajak. Sengketa Pajak Dalam Proses Banding
E. Proses Pelaksanaan Banding dan penyelesaian banding
Dalam hal pengajuan banding WP memenuhi ketentuan formal yang disyaratkan, maka pengadilan pajak akan memulai persiapan persidangan dengan meminta Surat Uraian Banding (SUB) atau Surat Tanggapan dari Fiskus (pihak Terbanding) dan mengirimklan salinannya ke WP Pemohon Banding, serta menunjuk Majelis atau Hakim Tunggal untuk menyelesaikan sengketa antara WP dengan fiskus:
a). Surat Uraian Banding (SUB) atau Surat Tanggapan
b). Surat Bantahan
c). Penunjukan Majelis atau Hakim Tunggal
b). Surat Bantahan
c). Penunjukan Majelis atau Hakim Tunggal
Persidangan Banding
Persidangan banding dapat dilakukan melalui serangkaian proses pemeriksaan. Ada 2 jenis pemeriksaan dalam proses banding :
· Pemeriksaan Dengan Acara Biasa (PAB)
Pemeriksaan dengan acara biasa (PAB) dilakukan dilakukan oleh Majelis yang terdiri dari 1 (satu) orang Hakim Ketua dan 2 (dua) orang Hakim Anggota, disertai Panitera, dan dihadiri oleh terbanding. Apabila perlu juga dihadiri oleh pemohon banding atau kuasa hukumnya.
Pemeriksaan dengan acara biasa (PAB) dilakukan dilakukan oleh Majelis yang terdiri dari 1 (satu) orang Hakim Ketua dan 2 (dua) orang Hakim Anggota, disertai Panitera, dan dihadiri oleh terbanding. Apabila perlu juga dihadiri oleh pemohon banding atau kuasa hukumnya.
Pemeriksaan dengan acara biasa dilakukan apabila surat permohonan banding telah memenuhi ketentuan formal.
· Pemeriksaan Dengan Acara Cepat (PAC)
Pemeriksaan dengan acara cepat (PAC) dilakukan oleh hakim tunggal atau majelis hakim dan dihadiri oleh terbanding. Apabila dipandang perlu juga dihadiri oleh pemohon banding atau kuasa hukumnya.
Pemeriksaan dengan acara cepat (PAC) dilakukan oleh hakim tunggal atau majelis hakim dan dihadiri oleh terbanding. Apabila dipandang perlu juga dihadiri oleh pemohon banding atau kuasa hukumnya.
Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan terhadap :
- Sengketa pajak tertentu
- Gugatan yang tidak diputus dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak gugatan diterima
- Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan pasal 84 (1) UU Pengadilan pajak. Atau atas putusan yang keliru (salah tulis atau salah hitung)
- Sengketa pajak tertentu, yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang pengadilan pajak.
- Sengketa pajak tertentu
- Gugatan yang tidak diputus dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak gugatan diterima
- Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan pasal 84 (1) UU Pengadilan pajak. Atau atas putusan yang keliru (salah tulis atau salah hitung)
- Sengketa pajak tertentu, yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang pengadilan pajak.
Permohonan Banding
Berdasarkan Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 (UU KUP), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan. Dengan demikian, proses pengajuan banding hanya dapat dilakukan apabila telah melalui proses keberatan. Badan peradilan pajak yang dimaksud adalah Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002.
Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan.
Gugatan
Berdasarkan Pasal 23 ayat (2) UU KUP, gugatan dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak kepada badan peradilan pajak. Badan peradilan pajak yang dimaksud adalah Pengadilan Pajak sesuai dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002.
Berbeda dengan permohonan banding, gugatan dilakukan terhadap :
1. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
2. Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
3. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP; atau
4. Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
Peninjauan Kembali
Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung. Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak. Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak
Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan :
1. Apabila Putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
2. Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan yang apabila diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan menghasilkan putusan yang berbeda.
3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada, yang dituntut, kecuali yang diputus berdasarkan Pasal 80 (1) b dan c UU Pengadilan Pajak;
4. Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
5. Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
KASUS SENGKETA PAJAK
Asian Agri Sambut Penanganan Transparan
Kasus perselisihan pajak yang menimpa Asian Agri akhirnya sampai ke tangan Presiden. Pekan lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta kasus tersebut ditangani secara transparan, akuntabel, dan tidak ada yang disembunyikan. Asian Agri juga diminta menyelesaikan masalah tersebut, apabila ada perselisihan dan kewajiban yangbelum dipenuhi. "Kalau dispute, jangan digantung. Selesaikan," kata Presiden sebagaimana disampaikan Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa.
Atas sikap tersebut, pihak Asian Agri menyambut dengan baik. "Kami menyambut baik arahan Bapak Presiden sebagaimana disampaikan Bapak Hatta Rajasa pada Kamis lalu seusai berkunjung ke Bandung, Jawa Barat," kata Direktur Utama PT Inti Indosawit Subur (DS), anak perusahaan Asian Agri Semion Tarigan.
"Arahan Bapak Presiden sangat sejalan dengan filosofi perpajakan yang kita kenal, bahwa fungsi pajak adalah fungsi bujeter untuk penerimaan negara. Sehingga Pasal 12 ayat (3) UU KUP menegaskan apabila ditemukan adanya SPT yang tidak benar, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak sebagai koreksi atas SPT yang tidak benar tersebut."
Dia melanjutkan, keinginan Presiden adalah harapan pihak Asian Agri yang sejak awal telah meminta agar Direktorat Jenderal Pajak memberikan perhitungan secara transparan apabila terdapat koreksi pajak.
Mereka yakin, apabila proses ini diikuti akan memberikan kepastian hukum yang mendorong terciptanya iklim kondusif bagi dunia usaha. "Karena kami dapat mengembangkan operasi usaha dengan baik," kata Direktur Funadi Wongso, Direktur I1S.
Adapun kasus sengketa pajak yang diduga dilakukan Asian Agri diawali adanya laporan yang dilakukan Vincentius Amin Sutanto (VAS), mantan Financial Controller Asian Agri, pada akhir 2006.
Pada waktu itu VAS yang tertangkap Polda Metro Jaya setelah membobol dana Asian Agri Rp30 miliar memberikan informasi dugaan manipulasi pajak yang ddakukan Asian Agri tahun buku 2002-2005. Dirjen Pajak selanjutnya melakukan pemeriksaan pajak Asian Agri dugaan manipulasi pajak sejak 19 Januari 2007.
Menurut perhitungan Dirjen Pajak dugaan manipulasi pajak Asian Agri menyebabkan kerugian Negara mencapai Rp. 1,3 Triliun. "Hingga saat ini klien telah berulang-ulang menyurati Ditjen Pajak untuk diberikan perhitungan yang dikatakan di koran itu. Namun belum pernah diberikan. Jadi, bagaimana mau bayar?" tanya kuasa hukum Asian Agri, Yan Apul.
Sementara itu, Kepala Subdirektorat Penyidikan Dirjen Pajak Pantas Pane mengatakan, saat ini pihaknya sedang meneliti dokumen yang disita.
0 komentar:
Posting Komentar