DEFINISI TRANSFER PRICING
Transfer pricing adalah harga yang dibebankan satuan usaha individual dalam suatu perseroan multisatuan usaha atas transaksi di antara mereka sendiri. Konsep ini digunakan bila setiap satuan usaha dikelola sebagai suatu pusat laba, yang masing-masing bertanggung jawab atas laba dari modal yang diinvestasikan. Dengan praktek transfer pricing, perusahaan akan melaporkan rugi sehingga tidak perlu membayar pajak.
Bukan rahasia umum untuk meminimalisasi pajak, perusahaan sering melakukan transfer pricing guna memaksimalkan keuntungan. Bagi kalangan pebisnis, pajak tetap saja dipandang sebagai beban yang mengurangi kecil keuntungan. Atas dasar itu wajar jika mereka merekayasa suatu transaksi untuk meminimalisasi beban pajak dengan transfer pricing. Transfer pricing merupakan terminologi yang secara umum merujuk pada upaya rekayasa alokasi keuntungan antarbeberapa perusahaan dalam satu grup perusahaan multinasional. Secara keseluruhan yang terpenting dari akhir kegiatan adalah laba setelah pajak dari grup.
Transfer pricing menyebabkan ketidakadilan dalam perpajakan karena perbedaan struktur perusahaan. Perusahaan yang dipecah-pecah menjadi suatu grup dapat merekayasa laba sehingga meminimalkan pajak. Sementara itu, perusahaan tunggal harus membayar pajak seperti apa adanya. Untuk menegakkan keadilan perpajakan dimaksud, buku Tax Law Design and Drafting terbitan IMF 1996, merekomendasikan dua pendekatan. Pertama, dengan merumuskan dalam ketentuan domestik, suatu negara dapat mengambil laba global grup dan mengalokasikan sebagian laba tersebut berdasar formula tertentu kepada sumber yang berada di negaranya dan kemudian memajaki bagian laba dimaksud.
Kedua, suatu negara dapat menentukan laba dari cabang usaha (bentuk usaha tetap) atau anak perusahaan yang beroperasi di negaranya terpisah dari grup berdasar harga yang wajar yang seharusnya terjadi apabila transaksi dilakukan dengan pihak di luar grupnya (arm's length price).
Dari kedua pendekatan tersebut, UU Pajak Penghasilan (PPh) menyebut pendekatan kedua (pendekatan harga dan laba wajar- arm's length profits). Hal ini sejalan dengan praktik pemajakan internasional yang berterima umum dan dianjurkan untuk negara-negara anggota OECD.
Pasal 18 ayat (2) UU PPh menegaskan pemberlakuan arm's length price dan profit tersebut dengan memberikan kewenangan kepada Dirjen Pajak untuk menghitung kembali laba fiskal dan menentukan utang sebagai modal, apabila terdapat transaksi antara pihak yang terdapat hubungan istimewa. Untuk operasionalisasi Pasal 18 ayat (2) dimaksud. diterbitkan SE No.04/PJ.7/1993. Nampaknya Surat Edaran ini merujuk pada Pedoman Transfer Pricing OECD tahun 1979.
Subtansi dalam Surat Edaran tersebut lebih bersifat normatif, sehingga operasionalisasi dalam praktik mengalami kesulitan. Hal ini dapat dimaklumi karena kondisi dan istrumen pendukung upaya mengatasi transfer pricing di Indonesia masih langka. Data pembanding harga, biaya dan laba kotor dari dunia perdagangan, industri dan sektor lainya sulit didapatkan. Sehingga kebanyakan koreksi dari pemeriksaan atas transfer pricing dengan mudah dapat dipatahkan oleh wajib pajak di Pengadilan Pajak.
TUJUAN TRANSFER PRICING
Tujuan penerapan harga transfer adalah untuk mentransmisikan data keuangan di antara departemen-departemen atau divisi-divisi perusahaan pada waktu mereka salaing mengunakan barang dan jasa satu sama lain (Henry Simanora, 1999:273). Selain tujuan tersebut, transfer pricing terkadang digunakan untuk mengevaluasi kinerja divisi dan emotivasi manajer divisi penjual dan divisi pembelian menuju keputusan-keputusan yang serasi dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan. A transfer pricing system should satisfy three objektives: acurate performance evaluation, goal congruance, and preservation of divisional autonomy (Joshua Ronen and George McKiney, 1970:100-101)
Sedangkan dalam lingkungan perusahaan multinasional, transfer pricing digunakan untuk meminimalkan pajak dan bea yang mereka keluarkan di seluruh dunia.
Trasfer pricing can effect overall corporate incame taxes, this is particulary true for multinational corporations (Hansen and Mowen, 1996:486)
METODE TRANSFER PRICING
Bebrapa metode transfer pricing yang sering digunakan oleh perusahaan-perusahaan konglomerasi dan divisionalisasi/departementasi yaitu:
1. Harga Transfer dasar Biaya (Cost – Based Transfer Pricing)
Perusahaan yang meggunakan metode transfer atas dasar biaya menetapkan harga trasfer atas biaya variabel dan tetap yang bisa dalam 3 pemilihan bentuk yaitu : biaya penuh (full cost), biaya penuh ditambahkan mark-up (full cost plus markup) dan gabungan antara biaya variabel dan tetap (variabel cost plus fixed fee).
2. Harga Transfer atas Dasar Harga Pasar (Market Basis Transfer Pricing)
Apabila ada suatu pasar yang sempurna, metode transfer pricing atas dasar pasar inilah merupakan ukuran yang paing memadai karena sifatnya yang independen. Namun keterbatasan informasi pasar yang terkadang menjadi kendala dalam mengunakan transfer pricing yang berdasarkan harga pasar.
3. Harga Transfer Negosiasi (Negotiated Transfer pricing)
Dalam ketiadaan harga, beberapa perusahaan memperkenalkan divisi-divisi dalam perusahaan yang berkepentingan dengan transfer pricing untuk menegosiasikan harga transfer pricing yang diinginkan. Harga trasfer mencerminkan prespektif kontrolabilitas yan inheren dalam pusat-pusat pertanggungjawaban karena setiap divisi yang berkepentingan tersebut pada akhirnya yang akan bertanggungjawab atas harga transfer yang dinegosiasikan.
TRANSFER PRICING
Diposting oleh
Made Agung Raharja (De Gunk)
Label:
Perpajakan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar